Kamis, 19 September 2024

Kesultanan Aceh

 Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496, berawal dari wilayah Kerajaan Lamuri. Kesultanan ini secara bertahap memperluas kekuasaannya dengan menundukkan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya, seperti Daya, Pedir, Lidie, dan Nakur. Pada tahun 1524, wilayah Pasai resmi menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh, diikuti oleh Aru.

Setelah Ali Mughayat Syah wafat, putra sulungnya, Salahuddin, mengambil alih kekuasaan pada tahun 1528 dan memerintah hingga 1537. Ia digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar, yang berkuasa hingga 1571. Meskipun sultan dianggap sebagai penguasa tertinggi, sering kali mereka dikendalikan oleh para hulubalang atau orang kaya, yang memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan. Hikayat Aceh mencatat bahwa Sultan Sri Alam digulingkan pada tahun 1579 karena perilakunya yang melampaui batas dalam membagi-bagikan harta kerajaan kepada pengikutnya.

Masa kejayaan Kesultanan Aceh terjadi di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607–1636), yang dikenal sebagai Sultan Meukuta Alam. Di bawah pemerintahannya, Aceh mengalami ekspansi dan pengaruh yang sangat luas. Sultan Iskandar Muda menaklukkan Pahang, yang merupakan sumber timah utama, dan pada tahun 1629 melancarkan serangan besar terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 kapal perang dan 60.000 tentara laut. Meskipun serangan ini gagal, Aceh berhasil menduduki Kedah dan membawa banyak penduduknya ke Aceh.

Di era Sultan Alaiddin Righayat Syah Sayed Al-Mukammil, Kesultanan Aceh juga aktif dalam diplomasi internasional. Pada tahun 1602, ia mengirimkan utusan diplomatik ke Belanda yang dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid. Sultan juga mengirim surat kepada berbagai pemimpin dunia, termasuk Sultan Turki Selim II, Pangeran Maurit van Nassau, dan Ratu Elizabeth I, sebagai upaya untuk memperkuat posisi kekuasaan Aceh di mata internasional. Semua langkah ini menunjukkan betapa signifikan dan strategisnya peran Kesultanan Aceh dalam sejarah perdagangan dan politik di Asia Tenggara. Pada 2024 memang Kesultanan Aceh sudah tidak ada,tetapi beberapa rakyatnya masih memberontak dan ingin merdeka


Share:

0 komentar:

Posting Komentar